Proses Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan

Sertifikasi bangunan ramah lingkungan merupakan pengakuan resmi terhadap bangunan yang dirancang

Proses Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan

lProses Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan

Sertifikasi bangunan ramah lingkungan merupakan pengakuan resmi terhadap bangunan yang dirancang, dibangun, dan dioperasikan dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, efisiensi energi, serta keberlanjutan. Proses sertifikasi ini menjadi standar global yang diakui untuk menunjukkan komitmen terhadap lingkungan, baik dari segi penggunaan material, efisiensi energi, maupun manajemen sumber daya. Berikut adalah langkah-langkah utama dalam proses sertifikasi bangunan ramah lingkungan.

1. Memilih Sistem Sertifikasi

   Terdapat beberapa sistem sertifikasi bangunan hijau yang diakui secara internasional maupun lokal. Masing-masing sistem memiliki kriteria penilaian yang berbeda. Beberapa yang paling umum digunakan adalah:

   - LEED (Leadership in Energy and Environmental Design): Sertifikasi yang dikembangkan oleh U.S. Green Building Council (USGBC), digunakan di seluruh dunia untuk bangunan komersial maupun residensial.

   - BREEAM (Building Research Establishment Environmental Assessment Method): Sertifikasi dari Inggris yang menilai bangunan berdasarkan keberlanjutan, efisiensi energi, serta dampak lingkungan.

   - Greenship: Sertifikasi bangunan hijau di Indonesia yang dikembangkan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI), menilai bangunan berdasarkan efisiensi energi, penggunaan air, serta kesehatan lingkungan.

   - EDGE (Excellence in Design for Greater Efficiencies): Sertifikasi yang dikembangkan oleh International Finance Corporation (IFC) untuk bangunan di negara berkembang.

2. Penilaian Awal dan Persiapan

   - Audit Bangunan: Melakukan audit awal terhadap desain bangunan, penggunaan material, sistem energi, dan manajemen sumber daya lainnya. Audit ini bertujuan untuk menilai seberapa dekat bangunan dengan kriteria ramah lingkungan dari sistem sertifikasi yang dipilih.

   - Pembentukan Tim Sertifikasi: Biasanya melibatkan arsitek, insinyur, kontraktor, serta konsultan sertifikasi yang berpengalaman dalam menerapkan standar bangunan hijau. Tim ini bertugas untuk memastikan bahwa seluruh persyaratan sertifikasi dapat dipenuhi selama proses desain dan konstruksi.

   - Perencanaan Strategi Hijau: Berdasarkan hasil audit awal, tim sertifikasi akan membuat rencana strategis untuk mencapai poin-poin dalam sistem sertifikasi. Ini meliputi perubahan desain, pemilihan material ramah lingkungan, serta integrasi teknologi energi terbarukan.

3. Desain dan Konstruksi yang Berkelanjutan

   - Efisiensi Energi: Memastikan bahwa bangunan menggunakan teknologi hemat energi, seperti pencahayaan LED, sistem HVAC efisien, serta penggunaan energi terbarukan seperti panel surya.

   - Penggunaan Material Ramah Lingkungan: Memilih material konstruksi yang memiliki jejak karbon rendah, dapat didaur ulang, atau berasal dari sumber berkelanjutan, seperti kayu yang bersertifikasi FSC atau material bangunan daur ulang.

   - Manajemen Air: Mengurangi konsumsi air dengan teknologi seperti toilet hemat air, keran air otomatis, serta sistem daur ulang air hujan untuk penggunaan non-potable (misalnya untuk irigasi atau toilet).

   - Kualitas Udara dalam Ruangan: Memastikan sirkulasi udara yang baik melalui ventilasi alami atau sistem HVAC yang dilengkapi filter udara. Selain itu, penggunaan bahan bangunan yang rendah emisi VOC (volatile organic compounds) juga penting untuk kesehatan penghuni.

4. Dokumentasi dan Pengumpulan Data

   Selama tahap desain dan konstruksi, semua langkah yang diambil untuk memenuhi persyaratan sertifikasi harus terdokumentasi dengan baik. Dokumentasi ini meliputi:

   - Desain Bangunan: Gambar teknis dan spesifikasi yang menunjukkan fitur-fitur ramah lingkungan yang diterapkan, seperti orientasi bangunan untuk memaksimalkan pencahayaan alami.

   - Penggunaan Material: Sertifikat dari pemasok material yang menunjukkan bahwa material tersebut berasal dari sumber yang berkelanjutan atau memiliki dampak lingkungan rendah.

   - Pengelolaan Proyek: Catatan pengelolaan limbah konstruksi, efisiensi energi selama pembangunan, serta langkah-langkah pengurangan emisi karbon.

5. Pengajuan untuk Sertifikasi

   Setelah bangunan selesai dibangun dan seluruh dokumentasi siap, pengajuan untuk sertifikasi dilakukan ke lembaga yang berwenang, seperti USGBC untuk LEED atau GBCI untuk Greenship. Proses ini melibatkan:

   - Pengajuan Dokumen: Semua dokumen terkait desain, konstruksi, dan operasi bangunan dikirimkan untuk ditinjau oleh auditor independen dari lembaga sertifikasi.

   - Peninjauan Lapangan: Auditor mungkin akan melakukan inspeksi lapangan untuk memastikan bahwa bangunan sesuai dengan dokumen yang diajukan dan memenuhi semua kriteria sertifikasi.

6. Audit dan Verifikasi

   Auditor akan menilai bangunan berdasarkan kriteria sistem sertifikasi yang dipilih. Mereka akan memeriksa:

   - Efisiensi Energi: Seberapa baik bangunan meminimalkan konsumsi energi, penggunaan teknologi terbarukan, dan kualitas isolasi termal.

   - Pengelolaan Air: Bagaimana bangunan menghemat air dan memanfaatkan sistem daur ulang air.

   - Kualitas Udara dan Lingkungan: Tingkat kenyamanan dan kesehatan ruang dalam bangunan.

   - Material yang Digunakan: Apakah material yang digunakan dalam konstruksi memiliki dampak lingkungan rendah dan berasal dari sumber berkelanjutan.

7. Sertifikasi dan Peringkat

   Setelah proses audit selesai, bangunan akan diberikan sertifikasi dengan peringkat yang berbeda tergantung pada kinerja bangunan terhadap standar yang ditetapkan. Contoh peringkat dalam beberapa sistem sertifikasi adalah:

   - LEED: Sertifikasi dimulai dari Certified, Silver, Gold, hingga Platinum tergantung pada jumlah poin yang diperoleh.

   - BREEAM: Peringkat dari Pass, Good, Very Good, Excellent, hingga Outstanding.

   - Greenship: Peringkat mulai dari Certified, Silver, Gold, hingga Platinum.

8. Pemeliharaan dan Sertifikasi Berkelanjutan

   Setelah mendapatkan sertifikasi, pemeliharaan bangunan harus terus dilakukan untuk memastikan bangunan tetap ramah lingkungan selama masa operasionalnya. Sertifikasi beberapa sistem seperti LEED atau BREEAM mungkin memerlukan audit ulang secara berkala untuk memastikan bangunan tetap memenuhi standar yang ditetapkan.

9. Manfaat Sertifikasi Bangunan Hijau

   - Efisiensi Biaya Operasional: Penghematan energi dan air yang signifikan dalam jangka panjang dapat mengurangi biaya operasional bangunan.

   - Nilai Properti yang Lebih Tinggi: Bangunan dengan sertifikasi hijau cenderung memiliki nilai jual atau sewa yang lebih tinggi dibandingkan dengan bangunan konvensional.

   - Meningkatkan Kesejahteraan Penghuni: Lingkungan dalam bangunan yang sehat dan berkualitas, dengan sirkulasi udara yang baik dan pencahayaan alami, memberikan manfaat bagi kesehatan fisik dan mental penghuni.

   - Pengurangan Dampak Lingkungan: Sertifikasi bangunan hijau membantu mengurangi jejak karbon, penggunaan sumber daya, dan emisi gas rumah kaca, serta mempromosikan keberlanjutan jangka panjang.

### Kesimpulan

Sertifikasi bangunan ramah lingkungan adalah langkah penting dalam memastikan bahwa sebuah bangunan tidak hanya efisien dari segi operasional, tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan. Proses sertifikasi melibatkan berbagai tahap mulai dari desain, konstruksi, hingga pemeliharaan, dan memerlukan komitmen dari seluruh tim proyek. Meskipun memerlukan investasi awal yang lebih tinggi, manfaat jangka panjangnya sangat berharga bagi lingkungan, ekonomi, dan kesehatan masyarakat.

untuk anda yang membutuhkan jasa pembangunan rumah atau konstruksi, bisa hubungi kami untuk membantu membangun rumah impian anda. 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow